21 Oktober, 2008

REFERENSI

TIPIKAL PERTAMBANGAN INDONESIA

Meski sudah dieksplorasi sejak lama, pertambangan masih menyisakan berbagai problem bagi masyarakat dan negara. Kerusakan ekosistem dan lingkungan yang terjadi tidak memiliki keseimbangan terhadap input bagi kesejahteraan masyarakat sekitar tambang maupun konpensasi yang memadai bagi negara. Apalagi memberikan efek ketidak nyamanan warga sekitar tambang akibat suara bising mesin, debu dan becek serta kerusakan infrastruktur umum (jalan) akibat aktifitas alat berat yang menggunakan jalan umum untuk kepentingan pertambangan.

Belakangan ini, bahan energi pertambangan memang sedang menjadi primadona dan memiliki nilai jual tinggi. Namun sebagai salah satu negara yang memilik kawasan pertambangan, tidak serta merta membuat kehidupan masyarakat dapat sedikit bernafas lega. Malah menimbulkan problem baru yang berkepanjangan, karena terjadi kelangkaan dimana – mana dan meimbulkan antrian masyarakat ketika membeli Bahan bakar minyak (BBM).

Jika hal diatas masih terjadi apakah yang menjadi sumber permasalahan tersebut, apakah perlu ditinjau kembali oleh pemerintah mengenai beberapa hal dibawah ini :

TATA KUASA
Banyak UU yang semakin memuluskan jalan MNC; UU migas No 22/2001, UU No 19/2004, UU Penanaman modal asing, RUU Pertambangan Mineral dan Batu Bara
Gerakan penghematan energi yang dicanangkan Presiden SBY melalui Inpres No 10/2005 hanya akan tepat dan bermakna bila akar energi di Indonesia dievaluasi secara sistemik
Penawaran wilayah kerja migas atau yang biasa disebut blok migas terus menerus dilakukan oleh pemerintah pusat.
Belum adanya UU Energi Nasional yang secara integratif mengatur mengenai eksplorasi, eksploitasi dan pemanfaatan sumber-sumber energi yang non-terbarukan dan terbarukan, serta dapat menjadi acuan bagi seluruh kebijakan di sektor energi.

TATA KELOLA

Banyak tambang didirikandan dikelola oleh perusahaan asing
Eksploitasi energy tidak meningindahkan ketahan energy nasional dan kebutuhan generasi mendatang dan menghancurkan lingkungan
Implementasi kebijakan di sektor energi yang beorientasi pada ekspor energi untuk mendatangkan devisa, kebijakan liberalisasi dan deregulasi justru mengancam kepentingan nasional.

TATA PRODUKSI

Kebijakan energi yang ada saat ini menyebabkan kelangkaan energi dan menyebabkan jurang ekonomi yang lebar antara Jawa vs. luar Jawa, serta antara kaya dan miskin.
Liberalisasi sektor energi yang tidak terencana dengan baik serta tanpa adanya tujuan dan strategi yang terukur menyebabkan kita kehilangan manfaat terbesar.
Liberalisasi di sektor migas, menyebabkan harga gas terpaksa dijual sangat murah diluar negeri sedangkan industri dalam negeri membeli dengan harga yang lebih tinggi.
Akibat liberalisasi migas, produksi minyak mentah Indonesia juga turun drastis dibawah normal (diatas 1 juta barrel per hari) dan untuk memenuhi kebutuhan domestik, pemerintah harus membeli minyak bumi dari pasar luar negeri.

TATA DISTRIBUSI
Dikuasai oleh spekulan dan penimbun
Aturan distribusi yang semberawut
Lemah dan langkanya operasi pasar
Lemahnya kordinasi antar instansi terkait
Tingginya tingkat korupsi

TATA KONSUMSI
ketergantungan yang tinggi terhadap bahan bakar fosil untuk mendorong pembangunan ekonomi dalam jangka panjang dapat mengancam kesinambungan
Lemahnya tingkat ekonomi rakyat

TINDAK LANJUT PERMASALAHAN
Penghapusan utang luar negeri
Evaluasi dan Renegosiasi Perijinan.
Hentian Keluarnya Ijin-ijin Baru
Review dan Pembaharuan Kebijakan Pertambangan
Pengelolaan dan Pencadangan Mineral Untuk Masa Depan
Pengembangan sumber –sumber energi terbarukan
Peningkatan standar Pengelolaan Lingkungan
Mandatory resolusi konflik

Tidak ada komentar: